Kondisi pada masa pra Islam dunia dikuasai oleh negara adidaya Persia dan Romawi yang menjadi tetangga Arab, tempat lahirnya Islam.
Persia adalah ladang subur berbagai khayalan (khurafat), keagamaan dan filosofis yang saling bertentangan. Diantaranya adalah Zoroaster yang dianut oleh kaum penguasa. Diantara falsafahnya adalah mengutamakan perkawinan seseorang dengan ibunya, anak perempuannya, dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan akhlak yang beraneka ragam.
Sementara itu, Romawi sedang dikuasi semangat kolonialisme. Negeri yang terlibat pertentangan agama, antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain. Negeri ini mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalam melakukan pertualangan naif demi mengembangkan agama Kristen dan mempermainkannya sesuai keinginan hawa nafsunya yang serakah. Negara ini tak kalah bejatnya dengan Persia. Kehidupan nista, kebejatan moral, dan pemerasan ekonomi telah menyebar keseluruh penjuru negeri, akibat dari melimpahnya penghasilan dan menumpuknya pajak.
Kondisi manusia di dunia pada masa tersebut sedang mengalami kemerosotan, keguncangan dan kenestapaan yang disebabkan oleh peradaban dan kebudayaan yang didasarkan pada nilai-nilai materalistik, tanpa adanya niai-nilai moral yang mengarahkan peradaban dan kebudayaan tersebut ke jalan yang benar.
Di satu pihak, di jazirah Arab, bangsa Arab hidup dengan tenang, jauh dari bentuk keguncangan tersebut. Mereka tidak memiliki kemewahan dari peradaban Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolehan dan kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi yang medorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga. Mereka tidak memiliki kemegahan filosofis dan dialektika Yunani yang menjerat mereka menjadi mangsa mitos dan khurafat. Karakteristik mereka seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain. Masih menampakkan fitrah kemanusiaan dengan kecenderungan yang sehat dan kuat serta cenderung pada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan kesucian.
Kondisi Geografis, Ekonomi & Politik
Jazirah Arab memiliki peranan yang sangat besar karena letak geografisnya. Jazirah Arab terletak di benua yang sudah dikenal semenjak dahulu kala, yang mempertautkan antara daratan dan lautan. Sebelah barat laut merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur laut merupakan kunci untuk masuk ke Benua Eropa, dan sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, timur tengah dan timur dekat, terus membentang ke India dan Cina. Setiap benua mempertemukan lautnya dengan Jazirah Arab dan setiap kapal laut berlayar tentu akan bersandar di ujungnya. Dengan kondisi seperti ini, sebelah utara dan selatan dari Jazirah Arab menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar menukar perniagaan, seni, dan juga budaya.
Sedangkan dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi gunung dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi inilah yang membuat Jazirah Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok, atau menguasai bangsa Arab. Oleh karena itu, dapat kita lihat penduduk Jazirah Arab yang hidup merdeka dan bebas dari segala urusan semenjak zaman dahulu. Sekalipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan dua imperium besar saat itu, yang serangannya tak mungkin dihalangi anadaikata tidak ada benteng pertahanan yang kokoh seperti itu.
Sesuai dengan tanah Arab yang sebagian besar terdiri dari padang sahara, ekonomi mereka yang terpenting adalah perdagangan. Di musim dingin mereka mengirim kafilah dagang ke Yaman, sedangkan di musim panas kafilah dagang mereka menuju ke Syiria. Untuk itu, dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka harus menguasai jalur–jalur perdangan dengan memegang kendali keamanan dan perdamaian. Kondisi yang aman seperti ini tidak terwujud di jazirah Arab kecuali pada bulan–bulan suci. Oleh karenanya pada saat demikianlah dibuka kegiatan dagang di pasar–pasar Arab yang terkenal, seperti Ukazh, Dzil, Mazaj, Majinnah, dan lain- lain.
Sementara itu kondisi politik masa Arab pra Islam di Jazirah Arab merupakan garis menurun dan merendah. Manusia dibedakan antara tuan dan budak, rakyat dan pemerintah. Para tuan berhak atas semua harta rampasan dan kekayaan, dan hamba diwajibkan membayar denda dan pajak. Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem diktator. Sedang kondisi kabilah-kabilah di jazirah Arab tidak pernah rukun. Sehingga mereka sering diwarnai oleh permusuhan antar kabilah, perselisihan rasial dan agama.
Arab, tempat Millah Ibrahim
Bangsa arab adalah anak-anak Isma’il a.s. karena itu, mereka mewarisi millah dan minhaj yang pernah dibawa oleh bapak mereka. Milllah dan minhaj yang menyerukan tauhidullah, beribadah kepada-Nya, mematuhi hukum-hukum-Nya, mengagungkan tempat-tempat suci-Nya, khususnya Baitul Haram, menghormati syi’ar-syi’ar-Nya dan mempertahankannya.
Setelah beberapa kurun waktu, mereka mulai mencampur adukkan kebenaran yang telah diwariskan itu dengan kebatilan yang menyusup kepada mereka. Seperti semua umat dan bangsa, apabila telah dikuasai kebodohan dan dimasuki tukang-tukang sihir dan ahli kebatilan, masuklah kemusyrikan kepada mereka. Mereka kembali menyembah berhala-berhala. Sisa-sisa penganut agama Ibrahim sangat langka dan tidak kedengaran lagi suaranya. Orang Arab musyrikin menyembah Tuhan-tuhan yang mereka yakini sebagai perantara yang dapat memberikan syafa’at untuk mereka kepada Allah. Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Disamping itu juga agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya secara geografis, jazirah Arab sangat kondusif untuk mengemban tugas dakwah karena terletak di bagian tengah-tengah umat-umat yang ada di sekitarnya pada waktu itu. Demikian juga sebagaimana kita ketahui bahwa Allah menjadikan Baitul Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang ama serta merupakan rumah yang pertama kali dibangun bagi manusia untuk beribadah dan menegakkan syiar-syiar agama Allah. Maka merupakan kelaziman dan kesempurnaan jika lembah yang diberkahi ini juga menjadi tempat lahirnya Islam yang notabene adalah millah Ibrahim dan menjadi tempat diutus dan lahirnya pamungkas para Nabi.
Wallahu a’lam……..
*) Penulis merupakan anggota Asosiasi Penulis Islam (API) STAIL
0 komentar:
Posting Komentar